TIGA TINGKATAN CINTA DALAM SUFISME

IGNIPLEX - Blogger Premium Template Simple and Clean
sufisme
Sufisme

TIGA TINGKATAN CINTA DALAM SUFISME

Cinta adalah emosi yang lahir dari perasaan cinta dan kasih sayang yang kuat untuk sesuatu atau seseorang yang termasuk pengabdian, ketulusan, kejujuran, rasa memberi, membuat bahagia dan melindungi. Cinta hati manusia menciptakan perasaan luar biasa berupa kebahagiaan dan syukur, sehingga manusia dapat merasakan kesempurnaan bahkan dalam keadaan yang sangat sederhana. Dalam Q.S. Maryam ayat 96 disebutkan:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَٰنُ وُدًّا

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.”


Dalam bahasa Arab, cinta berasal dari akar kata habba, hubban, hibban, yang bermakna waddaha, yang berarti kasih atau mengasihi. Cinta juga dikenal dengan kata mahabbah, karena cinta adalah perhatian terbesar bagi cinta hati. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa cinta berasal dari kata habba yang artinya biji-bijian, jamak habbat.

Jadi, kata habbat al-qalb berarti sesuatu yang merupakan pendukung hati. Jadi cinta disebut pusat karena itu seperti benih yang disimpan dalam hati yang darinya perasaan yang melampaui simbol akan tumbuh dan tidak dikonsep. Seseorang tidak akan mengerti cinta sampai dia mengalaminya karena itu adalah sesuatu yang muncul karena pengalaman internal seseorang. Itulah informasi yang ditulis dalam "Cinta Jalaluddin Rumi" oleh Saiful Jazil.

Sementara Zakariyah juga mencoba menceritakan cinta dalam buku Mu'jam al-Maqayiz fi al-Lughah, cinta atau pusat itu berasal dari akar kata "ha" dan "ba". Kata ini memiliki banyak arti, di antara mereka, "al-ma'ruf" berarti dikenal atau terkenal, "al-luzum", yang berarti bahwa itu umum.

Sekiranya dianalisis, kedua-dua makna cinta pada dasarnya mempunyai intipati maknanya yang sama, iaitu apabila seseorang mengasihi sesuatu mesti mempunyai pengetahuan dan pengenalan terlebih dahulu kepada objek cinta, sehingga dapat dengan mudah bergaul, terlibat dalam kebiasaan, bahkan "bersatu" dengan yang dikasihi, yang dalam ceramah Sufi selalu ditujukan kepada Tuhan.


https://kaumsufi.blogspot.com/
Kaum Sufi


Cinta di mata para Sufi adalah cinta dan kerinduan Tuhan. Cinta seperti itu, menurut Maulana Rumi dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:

Cinta karena pemberian

Cinta seperti ini ada di level terendah. Seperti cinta seorang anak, jika mereka mencintai orang tua atau orang lain, itu benar karena mereka sering memberi hadiah. Cinta pada level ini sangat tidak stabil dan tidak konsisten, jika Allah menghilangkan atau mencabut kesehatan, kecantikan, ketampanan atau kekayaan, ia akan mengeluh seolah-olah Tuhan tidak pernah mencintai dirinya sendiri.


Cinta atas dasar kekaguman

Manusia mencintai Tuhan, karena Allah pasti Mahakuasa, sangat baik, sangat berbelas kasih. Cintai sesuatu berdasarkan kekaguman, seperti seseorang mencintai karena orang itu memiliki kekuatan dan keunggulan.


Cinta yang tak beralasan

Jika seseorang bertanya, "Mengapa mencintai Allah?" Lalu dia menjawab "Saya tidak tahu mengapa saya mencintai Tuhan". Dia telah berjuang untuk menemukan jawaban atau alasan, tetapi tidak dapat ditemukan. Sebenarnya bukan tanpa alasan, justru banyak alasan yang tidak bisa ia ungkapkan. Biarkan itu menjadi cinta yang murni dan tulus. Begitulah cinta para sufi untuk Allah. Cinta tanpa mengharapkan apa pun.





Menurut Imam Al-Ghazali, berdasarkan tingkat cinta, bentuk cinta kepada Allah dapat dikonfigurasi dalam dua cara, yaitu:

  1. Orang-orang yang jatuh cinta kepada Allah setelah merasakan persahabatan yang lezat dengan-Nya. Orang-orang yang jatuh cinta dengan Tuhan untuk pertemuan mereka, cinta mereka tidak dapat dibandingkan. Pertama dia melihat (ma'rifat), kemudian jatuh cinta setelah pertemuan.

  2. Orang-orang menyebut al-dhu'afa '(orang lemah). Umumnya, orang jatuh cinta setelah mencoba mati dengan belajar mencintai mereka. Cinta seperti ini dirancang. Dia tidak jatuh cinta, tetapi dia belajar untuk mencintai.

Imam Al-Ghazali menambah bahawa intipati cinta (mahabbah) adalah "Sesungguhnya, cinta tertinggi setelah pencapaiannya adalah khutbah. Tidak ada maqam lain selain buah mahabbah. Tidak ada maqam-maqam sebelum khutbah. , kecuali pengenalan khotbah.

Karena itu, konsep cinta dalam tasawuf mengacu pada cinta dan keinginan untuk bertemu dan bahkan bersatu dengan Tuhan. Cinta adalah puncak dari perjalanan spiritual dan kebangkitan mistis seorang pelayan ke hadirat-Nya. Mengasihi Tuhan, tidak mungkin tanpa sepengetahuan dan pengakuannya.
IGNIPLEX - Blogger Premium Template Minimalis Dua Kolom

BERITA LENGKAP DI HALAMAN BERIKUTNYA

Halaman Berikutnya